Putri Pelangi dan Pangeran Hujan
Romansa Putri PELANGI dan Pangeran HUJAN
Lihat indah bukan?” Lulu meneburkan kakinya di sungai dangkal yang airnya mengalir bening dan sejuk. Dingin mulai merayapi ke tulang-tulang kakinya. Kepalanya menengadah ke atas menyaksikan kilauan warna yang indah di langit. Ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu, biasa disingkat mejikuhibiniu. Semua orang sering menyebutnya sebagai pelangi.
Namun kedua anak kecil ini meyebut berbeda, mereka memanggilnya dengan sebutan “Pinda”, pelangi yang indah. Lulu kemudian menarik lengan adiknya, Luvi, kemudian berteriak sambil membuat seperti toak dengan tangannya “Pindaaa…”. Luvi mengikuti tingkah kakaknya. Suara sahut menyahut memecah keheningan di sawah diiramai dengan suara arus gemericik sungai yang dangkal.
Pelangi itu selalu muncul di desa Lulu setiap siang hari. Meskipun siang hari, di desa Lulu selalu terasa sejuk, apalagi di sungai ini. Lulu yang tak pernah absen untuk melihat pelangi kesukaannya meskipun harus berjalan jauh untuk tiba di sungai ini.
Anak-anak seusianya yang lain sudah bosan melihat pelangi setiap hari sehingga sudah jarang yang melihat ke sungai, cukup dilihat dari rumah masing-masing, lagipula memang sungai ini terletak agak jauh dari pemukiman mereka. Sungai ini dinamai sungai Pelangi Senja karena setiap siang hingga senja tiba selalu menghadirkan pelangi yang terlihat jelas dan indah.
Biasanya saat Lulu kecil ibunya yang selalu membawa Lulu kesini, namun ibu Lulu sudah meninggal saat melahirkan Luvi sehingga bergantilah Lulu yang mengajak Luvi untuk menikmati pemandangan siang hari yang selalu indah ini. Inilah sebabnya Lulu selalu tak bosan ke sungai.
Awan kembali berarak mengikuti arah angin siang ini. Terlihat banyak gumpalan berwarna abu-abu yang semakin lama membuat kumpulan awan yang lebih besar dan menutupi warna pelangi di langit.
“Seperti akan hujan padahal tidak biasanya seperti ini. Saat sedang muncul pelangi seharusnya tidak terjadi hujan,” terang Lulu yang kebingungan. Hujan pun turun seperti yang telah diduga. Hujan yang turun membuat pelangi tidak lagi begitu terlihat. Situasi menjadi tidak menyenangkan lagi. Lulu dan Luvi memutuskan untuk kembali pulang ke rumah.
“Seperti akan hujan padahal tidak biasanya seperti ini. Saat sedang muncul pelangi seharusnya tidak terjadi hujan,” terang Lulu yang kebingungan. Hujan pun turun seperti yang telah diduga. Hujan yang turun membuat pelangi tidak lagi begitu terlihat. Situasi menjadi tidak menyenangkan lagi. Lulu dan Luvi memutuskan untuk kembali pulang ke rumah.
Saat beranjak keluar dari air sungai tiba-tiba ada yang terjatuh dari langit seperti melompat dari pohon yang tumbuh di hilir sungai.
“Jebluk….” Kakinya mendarat di air sungai. Ternyata yang terlihat di mata Lulu dan Luvi adalah putri yang cantik. Putri itu mengenakan gaun putih panjang. Kulitnya yang putih membuat anggun mengenakan gaun itu. Ditambah rambut panjang yang tergurai lurus dan hitam lembut menambah daya tariknya.
Luvi spontan mengeluarkan suaranya, tercekat, “Lulu, dia siapa?”. Lulu pun tak mengerti kenapa tiba-tiba sekali wanita itu ada di sungai padahal sedari tadi tidak ada seorang pun yang ada di sana. Hanya ada hutan lebat di seberang sungai. Lulu dan Luvi terdiam sejenak mengamati putri cantik itu. Mereka seperti menatap keheranan.
“Kau dapat melihatku?”, pertanyaan putri memecah keheningan.
“Aku turun dari pelangi, tidak perlu takut, akulah putri pelangi yang sering kalian lihat. Ahh, gaunku jadi basah seperti ini,” Putri Pelangi menyibakkan gaunnya lalu berjalan menuju arah tepian sungai mendekati Lulu dan Luvi yang terdiam kebingungan.
“Hujan ini sangat menyebalkan. Mengapa ia turun saat aku sedang menikmati pemandangan disini. Kalian melihat siapa yang menurunkan hujan ini?” Putri bertanya menatap Lulu dan Luvi. Lalu kembali mengabaikan kebingungan mereka dan sibuk bersungut-sungut lagi.
“Akan kuberi pelajaran dia saat nanti bertemu!” Putri itu terlihat sebal sekali dengan kehadiran hujan. Dia menengok ke kanan dan ke kiri mencari-cari namun tak ditemukan siapapun.
“Sebenarnya aku tak mengerti apa yang sedang kamu bicarakan. Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa muncul tiba-tiba? Dari mana kamu tadinya? Pelangi? Mana mungkin.” tanya Lulu tak sabaran untuk meminta keterangan secara jelas.
Belum sempat pertanyaan Lulu dijawab tedengar bunyi “PLOPP!!” disela-sela Lulu dan Putri, dan hadir ditengah mereka seorang pria tampan layaknya seorang pangeran dari langit.
Belum sempat pertanyaan Lulu dijawab tedengar bunyi “PLOPP!!” disela-sela Lulu dan Putri, dan hadir ditengah mereka seorang pria tampan layaknya seorang pangeran dari langit.
“Hai, akulah pangeran Hujan.” Pangeran yang mengetahui situasi ini langsung memperkenalkan diri. Kemudian menengok ke arah putri yang masih sebal,
“Dan kau Putri Pelangi. Aku sungguh tak ada niat untuk menutupi pelangimu untuk melihat bumi ini. Namun aku kehilangan tongkatku saat aku lewat disini.” Pangeran langsung menjelaskan permasalahannya.
“Tongkat?” selidik Putri pelangi.
“Iya, itu sangat penting karena tanpanya aku tak bisa berkeliling dunia dan memberi hujan di tempat yang dibutuhkan. Dengan tongkat itu aku bisa mengarahkan angin dan menetapkan aku akan menghujan dimana.”
“Maksudmu tongkat seperti ini.” Putri pelangi menunjukkan tongkat yang disimpan dalam gaunnya. Tongkatnya berbentuk panjang berwarna hitam dengan ujungnya terdapat bentuk pelangi sedangkan ujung lainnya tumpul.
“Iya, persis sekali, hanya tentu saja ujungku berbentuk setetes air bening.” Jawab pangeran.
“Jadi tongkat ini ada gunanya. Aku baru tahu. Kupikir ini hanya digunakan untuk tanda saja,” kali ini raut wajah Putri berubah menjadi merasa heran dan tidak lagi marah bersungut seperti tadi.
“Heii tunggu dulu. Kau tidak seharusnya juga berhenti tepat di bawah pelangi ku bukan? Kau bisa turun di tengah sawah atau ditempat yang lain.” Putri kembali mengingat amarah yang sudah dipendamnya sedari tadi.
“Kalau aku berhenti di tempat lain itu terlalu beresiko. Disana banyak orang. Kalau aku terlihat bagaimana? Mereka akan gempar.” Jawab Pangeran tak mau kalah.
“Aku tak peduli kau mau ketahuan sama orang sekampung. Lalu kau ditahan sama mereka aku tak peduli yang penting jangan menggangu pekerjaanku melihat pemandangan disini.”
“Kau bilang pekerjaan? Kau hanya bersantai santai disini. Dasar Putri pemalas.” Pangeran tak kalah menantang.
“Apa kau bilang, aku pemalas?” putri melotot pada pangeran serasa ingin memukul pangeran namun urung.
Luvi yang sedari tadi diam memperhatikan percakapan dengan seksama akhirnya membuka suaranya karena dia mengetahui keberadaan tongkat itu. “Aku tahu dimana tongkat itu.”, suara Luvi menghentikan pertengkaran Pangeran Hujan dan Putri Pelangi.
Kini pangeran berpaling dari putri ke luvi, “Kau sungguh mengetahuinya? Dimana tongkat itu sekarang?”.
“Tongkat itu aku temukan di sawah saat bersama kakek tadi pagi dan kakek yang membawa tongkat itu ke rumah,” terang Luvi polos. Lulu dan Luvi memang tinggal bersama kakeknya karena ayahnya pergi bekerja ke luar kota untuk memenuhi kebutuhan sekolah mereka sedangkan nenek sama seperti ibu, sudah tidak ada lagi di dunia ini.
“Bravooo. Ayo ajak aku menuju rumahmu,” teriak pangeran kegirangan. Sementara Lulu dan Luvi masih saling pandang lalu menyetujui ajakan pangeran untuk pulang ke rumah mengambil tongkat milik pangeran.
Putri Pelangi yang merasa urusannya belum selesai dengan pangeran pun mengikuti mereka menuju rumah Lulu tanpa menyadari bahwa pelanginya hanya bisa muncul saat ada matahari.
Mereka melewati pematang sawah-sawah yang terhampar luas. Padinya baru ditanam lagi sehingga masih kecil-kecil seperti rumput di tanah sawah ini. Di pinggirnya banyak tumpukan jerami bekas panen beberapa hari yang lalu. Air mengalir melewati irigasi yang dibuat penduduk setempat agar sawah tetap teraliri air dengan baik.
Selama perjalanan ke rumah, Putri selalu adu mulut dengan pangeran, tidak berhenti barang sedetik pun. Mereka saling membela diri mereka masing-masing, tidak ada yang mau mengalah untuk mengaku salah. Sampai beberapa kali mereka adu dorong dan mereka saling menjatuhkan diri ke kubangan sawah sampai baju mereka hanya penuh lumpur.
Sudah tak ada lagi tampang Pangeran dan Putri yang ada hanyalah seperti pemuda dan gadis desa biasa. Lulu dan Luvi hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka yang seperti anak-anak.
Tidak terasa mereka sudah sampai di rumah. Lulu mengetuk pintu rumah dan beberapa detik setelahnya pintu mulai terbuka. Sosok kakek tua keluar dari dalam rumah itu. Badannya tinggi dan kurus namun masih terlihat kuat untuk beraktivitas.
Kakek memperhatikan Lulu dan Luvi kemudian mukanya berubah keheranan saat melihat sosok pemuda dan putri yang tak jelas lagi apa yang dikenakannya karena terlumuri lumpur.
“Siapa mereka lu?” tanya kakek dengan suara seraknya.
“Perkenalkan kek, saya Pangeran Hujan dan ini ada Putri Pelangi pemalas juga.” Pangeran langsung menyerobot pertanyaan kakek dan memperkenalkan dirinya secara gamblang.
Putri yang mendengar kata “Pemalas” lagi menginjak kaki Pangeran dengan sekeras-kerasnya hingga pangeran mengeluh kesakitan namun kemudian bersikap tegak lagi di hadapan kakek, menunjukkan layaknya pengeran yang kuat.
“Apa? Pangeran? Putri?” teriak kakek masih tidak mengerti situasi yang sedang dihadapinya. Mungkin dia mengira pangeran dan putri adalah pasangan yang tidak waras/sehat jiwanya.
“Tenang kek. Apa yang mereka katakan adalah benar. Kami sendiri yang melihat secara lagsung mereka turun dari hujan dan pelangi saat kami di sungai sana.” Terang Lulu pada kakeknya yang merasa bingung persis seperti dirinya tadi.
Lulu dan Luvi saat ini sudah mulai terbiasa dengan tingkah Putri dan Pangeran sehingga mereka sudah tidak merasa canggung lagi dengan keberadaan mereka. Pangeran memberi isyarat pada Luvi agar membahas tentang tongkatnya.
Luvi pun baru teringat tentang itu dan langsung bertanya, “Kek, tongkat yang tadi kita temukan di sawah kakek letakkan dimana? Tongkat itu milik Pangeran. Dia tidak akan bisa menyebarkan hujan berkeliling dunia tanpa tongkat itu.”
“Oh itu. Masih kakek simpan. Sebentar akan saya ambilkan. Bagaimana kalau kalian duduk terlebih dahulu? Kakek menawarkan mereka masuk, sebenarnya dia masih tak percaya namun dia takkan pernah tak percaya apa yang dikatakan cucunya.
“Ah tidak perlu kek, kami berdua tak mau mengotori rumah kakek yang bersih ini. Aku sudah sangat berterima kasih sekali bila kakek mau memberikan tongkat itu,” kata pangeran.
Hari yang semakin senja membuat langit di desa ini semakin samar. Warna langit yang terang benderang mulai berubah menjadi kemerahan. Saat kakek mengambil tongkatnya, Putri berteriak,”Astaga, apa yang aku lakukan disini. Aku harus segera kembali ke sungai itu. Aku harus pulang. Atau aku tak bisa kembali lagi ke negeriku sendiri. Sebentar lagi akan gelap dan tak ada sinar. Maka pelangi ku akan hilang ditelan kegelapan.”
Pangeran terdiam sejenak untuk mencerna kata-kata Putri Pelangi. Sesaat kemudian tersadar. Pangeran berteriak panik, “Apa? Kau sedang tidak bercanda bukan?”.
Lulu dan Luvi ikut cemas melihat raut muka mereka yang mendapatkan kabar buruk. Sialnya, Lulu dan Luvi tak tahu pula harus berbuat apa. Sementara sang Putri bertambah pucat.
Akhirnya kakek muncul dengan membawa tongkat Hujan milik Pangeran. Dengan cepat Pangeran langsung menerima pemberian kakek. Tanpa menunggu lama lagi Pangeran menjelaskan situasi itu sesingkat dan sejelas mungkin. Lalu meminta izin untuk bersegera kembali ke sungai.
Entah kakek mengerti atau tidak namun kakek ikut merasa khawatir juga dengan keadaan Putri dan menyuruh Pangeran segera kembali ke asalnya. Keadaan Putri pun semakin memburuk karena badannya sudah melemah dan tak mampu berjalan lagi bahkan dia mulai menutup matanya, pingsan.
“Aku sudah tak kuat lagi,” Putri berkata lirih dan terjatuh lemas di depan rumah kakek.
“Kakek aku pergi. Terima kasih karena telah menjaga tongkatku.” Kakek mengangguk tersenyum dan menepuk bahu Pangeran memberi semangat dan berharap agar Pangeran dan Putri selamat sampai tujuannya.
“Terima kasih juga Lulu dan Luvi, suatu saat nanti aku akan kembali lagi menjenguk kalian. Mungkin dalam jangka waktu yang relatif lama. Tapi aku yakin kalian akan sabar menantinya.”, Pangeran berkata mantap kepada cucu-cucu kakek itu. Pangeran langsung meraih tubuh Putri yang tergulai lemah dan membopongnya.
“Hati-hati Pangeran,” teriak Lulu dan Luvi dan Pangeran mulai perjalanannya.
Pangeran berlari cepat mencoba sampai di sungai sebelum senja berakhir menjadi malam. Setelah berlari secepat kilat mengerahkan segala kekuatannya, Pangeran berhasil sampai di Sungai dan matahari masih terlihat di ufuk barat. Nafas pangeran yang tersengal-sengal disambut para dayan-dayang dari pelangi yang sejak tadi sudah menunggu tuan Putrinya kembali.
Pangeran mengatur nafasnya, kemudian merelakan tubuh Putri diambil alih dayang-dayangnya. Ada lima dayang yang turun dari kerajaan Pelangi untuk menjemput Putri karena khawatir Putri lama tak kembali ke kerajaan. Salah satu dayang mengambil minum dari balik gaunnya lalu menegukkan minuman itu ke Putri. Seketika Putri mulai sadar. Pangeran masih berdiri mengamati.
“Ahh kalian. Apakah aku selamat sampai di pelangi?” Putri berhasil membuka matanya. Dayang pun hanya menjawab sambil tersenyum melihat Putri yang sadar,”iya tuanku”. Putri berusaha bangkit dan berdiri. “Ternyata aku di sungai dan masih senja,” Putri berhasil berdiri. Lalu melihat sekitar dan mendapati sosok pangeran dihadapannya yang sedang memperhatikannya.
“Akhirnya kau sudah tersadar. Baguslah! Aku sudah tak ada lagi urusan denganmu. Aku lebih baik kembali ke asalku dan kau lebih baik cepat-cepat kembali ke asalmu. Sisa waktumu hanya tinggal beberapa menit saja di tanah ini. Ah. Aku juga takkan lagi menurunkan hujanku di bawah pelangimu lagi.” Jelas pangeran yang sudah bersiap-siap untuk berlalu meninggalkan Putri.
“Tunggu dulu!” teriak putri. Pangeran yang sudah akan menaik ke kerajaannya mengurungkan niat. “Kalau mau mengucapkan terima kasih, sudahlah. Aku ikhlas menolongmu. Lebih baik segera kembali sebelum gelap datang!.” Perintah pangeran.
“Selain berterima kasih, aku ingin menyampaikan sesuatu yang penting. Dengarkan sebentar. Selama ini aku belum pernah pergi kemana-mana selain di tempat ini.” Putri berkata lirih dan Pangeran hanya mengernyitkan dahi masih belum paham.
“Katamu dengan tongkat ini bisa mengarahkan kita untuk pergi kemana saja. Aku juga ingin berkelana ke berbagai belahan dunia ini, sama sepertimu. Sepanjang perjalanan berangkat tadi aku sudah memikirkannya. Apakah aku boleh ikut denganmu mengelilingi dunia?”
Putri terhenti sejenak lalu menarik nafas dan mulai berkata lagi, “Aku akan muncul setelahmu. Lalu aku akan mengikutimu lagi terus-menerus untuk memberikan Pelangi yang indah setelah Hujan. Bukankah itu menjadi indah? Pasti manusia merasa senang.”
Pangeran tak mampu berkata-kata lagi. Ia mengangguk mantap. Pangeran tersenyum pada Putri dan kemudian menunjuk matahari yang bergerak menghilang di telan garis batas antara tanah dan langit. Putri menyegerakan dirinya untuk pulang ke kerajaannya, begitu juga Pangeran yang harus segera kembali. Putri tersenyum bahagia.
Sekembalinya ke pelangi, ia harus segera bersiap-siap untuk meninggalkan tempat kedudukan kemunculan dibumi menuju tempat sisi bumi yang lain. Berharap akan dapat menebarkan kebahagiaan, seperti Lulu dan Luvi yang bisa berbahagia karena keindahan pelangi.
Ini adalah musim hujan sehingga pelangi lebih sering muncul. Biasanya setiap pagi hingga siang hujan turun. Membuat kakak dan adik ini terlihat bahagia sepanjang musim hujan karena setiap hujan berhenti akan ada pelangi yang muncul di atas sungai mereka.
Biasanya pelangi akan hilang saat matahari mulai tenggelam. Sampai sudah tak ada sinar lagi dan berganti gelapnya malam. Mereka sudah mengerti tentang semua itu. Dan mereka paham karena mereka tahu pelangi tak akan kenapa-kenapa.
Tentang pelangi yang sudah tak sesering dulu muncul di atas sungai setiap sorenya. Lulu dan Luvi sudah mengerti akan hal itu. Ada hujan yang akan selalu menuntun pelangi. Mereka benar-benar memahami bahwa Pangeran Hujan adalah pengembara sejati dan Putri Pelangi pasti sudah jatuh hati. Mereka telah menyadari selama perjalanan bersama-sama itu.
Pelangi akan bahagia dimana dia berada selama ada hujan itu. Begitu juga hujan. Suatu hari bila tiba waktu yang tepat, mereka pasti bisa bertemu kembali dengan pangeran dan putri, seperti yang pangeran janjikan dulu. Lulu dan Luvi pun hidup berbahagia dan selalu tetap bermain ke sungai, apalagi saat hujan datang.
Meskipun mereka juga tak berharap banyak tentang turunnya kembali Hujan dan Pelangi secara bersamaan seperti saat itu. Tak mengapa, bagaimanapun Lulu dan Luvi sudah menjadi saksi cinta itu.
Romansa Putri PELANGI dan Pangeran HUJAN
Romansa Putri PELANGI dan Pangeran HUJAN
~ Gines ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar