Nyamuk
Suatu waktu ada sepasang nyamuk, nyamuk bersungut panjang dan satunya nyamuk yang bersungut pendek, sedang mencari makan bersama. Mereka mencari celah-celah melewati ventilasi berusaha untuk dapat masuk ke kamar dimana santapannya berada. Darah segar dari tubuh manusia.
Beruntungnya mereka menemukan manusia yang sedang tertidur pulas dengan kulit tangannya yang terbuka tanpa dilindungi apapun, sehingga membuat nyamuk-nyamuk ini girang sekali. Mereka pasti dapat pulang dengan perut kenyang.
“Haha, aku akan santap selahap yang kubisa sampai aku kenyang.”, kata nyamuk sungut panjang.
“Kau jangan rakus, nanti kau keberatan badan.”, nyamuk sungut pendek mencoba member nasihat pada nyamuk sungut panjang yang rakus itu.
“Hah, kau pasti iri kan karena sungutku lebih panjang sehingga lebih mudah untuk mengambil makanan.”, bentak nyamuk sungut panjang.
“Aku hanya ingin memberi nasihat padamu!”, jawab nyamuk sungut pendek.
Nyamuk sungut panjang pun menghiraukan perkataan kawannya dan langsung menyantap makanannya. Ia pun menghisap darah sebanyak-banyaknya sampai perutnya mengembung. Sedang nyamuk sungut pendek menghisap secukupnya karena takut apabila terlalu kekenyangan malah akan berdampak buruk untuk perjalanan pulangnya.
Setelah merasa cukup, sungut pendek pun pergi meninggalkankan sungut panjang yang masih berleha-leha karena kekenyangan.
Setelah agak lama bersantai, nyamuk sungut panjang pun ingin segera pulang karena takut kalau-kalau manusia itu bangun. Lalu ia bisa mati karena ditepuk manusia.
Saat ia mencoba untuk terbang, ia merasa matanya berkunang-kunang sehingga penglihatannya menjadi sangat tidak jelas. Ia tak tahu ke arah mana yang ia tuju. Nyamuk sungut panjang baru sadar bahwa jika kekenyangan maka akan menyulitkan saat terbang.
Akhirnya nyamuk sungut panjang hanya menggunakan instingnya mengikuti jalanyang paling terang menurutnya. Hingga ia malah menabrak sesuatu yang keras dan hangat. Cahaya terang membuat ia menjadi kesilauan. Ia tak tahu bahwa ia sedang berada di dekat lampu. Dan ia pun tak sadar bahwa ada predator pemakan nyamuk, seekor cicak yang siap menyantap nyamuk sungut panjang itu.
Setelah kesadaran nyamuk sungut panjang agak pulih, akhirnya ia tidak punya waktu untuk menyelamatkan diri lagi. Cicak pun menjulurkan lidahnya dan menelannya. Nyamuk sungut panjang pun menyesal di akhir hayatnya, dan ia pun menyesal telah menghiraukan nasihat dari sahabatnya.
“Haha, aku akan santap selahap yang kubisa sampai aku kenyang.”, kata nyamuk sungut panjang.
“Kau jangan rakus, nanti kau keberatan badan.”, nyamuk sungut pendek mencoba member nasihat pada nyamuk sungut panjang yang rakus itu.
“Hah, kau pasti iri kan karena sungutku lebih panjang sehingga lebih mudah untuk mengambil makanan.”, bentak nyamuk sungut panjang.
“Aku hanya ingin memberi nasihat padamu!”, jawab nyamuk sungut pendek.
Nyamuk sungut panjang pun menghiraukan perkataan kawannya dan langsung menyantap makanannya. Ia pun menghisap darah sebanyak-banyaknya sampai perutnya mengembung. Sedang nyamuk sungut pendek menghisap secukupnya karena takut apabila terlalu kekenyangan malah akan berdampak buruk untuk perjalanan pulangnya.
Setelah merasa cukup, sungut pendek pun pergi meninggalkankan sungut panjang yang masih berleha-leha karena kekenyangan.
Setelah agak lama bersantai, nyamuk sungut panjang pun ingin segera pulang karena takut kalau-kalau manusia itu bangun. Lalu ia bisa mati karena ditepuk manusia.
Saat ia mencoba untuk terbang, ia merasa matanya berkunang-kunang sehingga penglihatannya menjadi sangat tidak jelas. Ia tak tahu ke arah mana yang ia tuju. Nyamuk sungut panjang baru sadar bahwa jika kekenyangan maka akan menyulitkan saat terbang.
Akhirnya nyamuk sungut panjang hanya menggunakan instingnya mengikuti jalanyang paling terang menurutnya. Hingga ia malah menabrak sesuatu yang keras dan hangat. Cahaya terang membuat ia menjadi kesilauan. Ia tak tahu bahwa ia sedang berada di dekat lampu. Dan ia pun tak sadar bahwa ada predator pemakan nyamuk, seekor cicak yang siap menyantap nyamuk sungut panjang itu.
Setelah kesadaran nyamuk sungut panjang agak pulih, akhirnya ia tidak punya waktu untuk menyelamatkan diri lagi. Cicak pun menjulurkan lidahnya dan menelannya. Nyamuk sungut panjang pun menyesal di akhir hayatnya, dan ia pun menyesal telah menghiraukan nasihat dari sahabatnya.
Nyamuk di Bulan dan Bintang-bintang
Bulan dan Bintang-bintang
Di setiap malam yang dingin, Bulan selalu mengadu pada langit, ”Mengapa aku diciptakan seorang diri? Mengapa tak ada bulan-bulan yang lain?”.
Bulan selalu merasa kesepian, tak ada kawan karena memang Bulan tercipta hanya sebuah Bulan. Tak ada yang bisa ia ajak bercengkerama, menikmati di setiap malam yang ada.
Sedang satu sisi lain, Bintang mengadu pada langit, ”Mengapa Langit, memang begitu banyak Bintang-Bintang yang lain, namun aku tetap merasa sepi? Tak ada satupun Bintang yang bisa kuajak bicara.”. Semua Bintang-Bintang itu terlalu sibuk dengan dirinya masing-masing. Dari sekian banyak bintang-bintang, tak ada satu cuappun yang mereka celotehkan bila malam.
Jadilah sebab malam terasa sepi senyap. Malam begitu gelap. Bulan tak pernah mengeluarkan cahayanya. Karena ia merasa bersedih hati. Bintang tak berkelip kelip karena mereka tak pernah berkomunikasi satu sama lain.
Adalah Langit yang akhirnya bosan melihat tingkah Bulan dan Bintang. Adalah Langit yang merasa sakit melihat betapa gelapnya saat malam tiba. Langit pun akhirnya memiliki ide untuk pemecahan masalah Bulan dan Bintang-Bintang.
“Hai Bulan, maukah kamu menyapa Bintang. Aku yakin kamu takkan pernah merasa sepi lagi. Ada Bintang yang akan menjadi temanmu di malam hari. Kamu tidak sendirian, percayalah. Aku yakin Bintang-Bintang pasti akan mau menjadi temanmu.”, nasihat Langit pada Bulan.
“Hai Bintang, sapalah teman-temanmu semua. Mereka diam karena kamu pun diam. Aku akan memberitahu pada semua Bintang agar mereka menjawab sapaanmu.”, nasihat Langit pada Bintang.
Bintang dan Bulan pun menuruti apa kata Langit, mereka mulai mencoba untuk menyapa. Bintang menyapa teman-temannya, dan benarlah Bintang-Bintang yang lain pun menyambut sapaannya.
Bulan pun memberanikan diri menyapa Bintang, dan Bintang pun mau diajak bicara dengan Bulan. Mulai saat itu, Bulan dan Bintang-Bintang bahkan melebur menjadi satu. Mereka tak sungkan lagi untuk bercanda, membicarakan dirinya, maupun membicarakan isi dunia.
Kini Bulan tak pernah merasa sepi dan tak merasa sendiri, ia selalu bercahaya, karena lewat cahayalah ia berbicara. Bintang pun tak merasa sepi, ia selalu mengerlipkan cahayanya, petanda ia sedang bercengkrama dengan Bintang-Bintang yang lain.
Langit merasa senang sekali. Karena dunianya sudah tidak menjadi gelap gulita lagi, dan berganti dengan kemeriahan malam yang cerah. Dengan hiasan kerlap-kerlip bintang-bintangnya.
Seperti inilah, hidup memang tidak bisa sendiri. Pasti membutuhkan teman yang mengisi hari-hari agar tak jemu. Dari sapaan kecillah, maka akan menghasilkan koneksi kehidupan yang indah. Karena hidup seorang diri itu tidaklah mudah. Mulailah dengan menyapa. Mulailah dengan bertanya kabar. Mulailah dengan senyuman.
Bulan selalu merasa kesepian, tak ada kawan karena memang Bulan tercipta hanya sebuah Bulan. Tak ada yang bisa ia ajak bercengkerama, menikmati di setiap malam yang ada.
Sedang satu sisi lain, Bintang mengadu pada langit, ”Mengapa Langit, memang begitu banyak Bintang-Bintang yang lain, namun aku tetap merasa sepi? Tak ada satupun Bintang yang bisa kuajak bicara.”. Semua Bintang-Bintang itu terlalu sibuk dengan dirinya masing-masing. Dari sekian banyak bintang-bintang, tak ada satu cuappun yang mereka celotehkan bila malam.
Jadilah sebab malam terasa sepi senyap. Malam begitu gelap. Bulan tak pernah mengeluarkan cahayanya. Karena ia merasa bersedih hati. Bintang tak berkelip kelip karena mereka tak pernah berkomunikasi satu sama lain.
Adalah Langit yang akhirnya bosan melihat tingkah Bulan dan Bintang. Adalah Langit yang merasa sakit melihat betapa gelapnya saat malam tiba. Langit pun akhirnya memiliki ide untuk pemecahan masalah Bulan dan Bintang-Bintang.
“Hai Bulan, maukah kamu menyapa Bintang. Aku yakin kamu takkan pernah merasa sepi lagi. Ada Bintang yang akan menjadi temanmu di malam hari. Kamu tidak sendirian, percayalah. Aku yakin Bintang-Bintang pasti akan mau menjadi temanmu.”, nasihat Langit pada Bulan.
“Hai Bintang, sapalah teman-temanmu semua. Mereka diam karena kamu pun diam. Aku akan memberitahu pada semua Bintang agar mereka menjawab sapaanmu.”, nasihat Langit pada Bintang.
Bintang dan Bulan pun menuruti apa kata Langit, mereka mulai mencoba untuk menyapa. Bintang menyapa teman-temannya, dan benarlah Bintang-Bintang yang lain pun menyambut sapaannya.
Bulan pun memberanikan diri menyapa Bintang, dan Bintang pun mau diajak bicara dengan Bulan. Mulai saat itu, Bulan dan Bintang-Bintang bahkan melebur menjadi satu. Mereka tak sungkan lagi untuk bercanda, membicarakan dirinya, maupun membicarakan isi dunia.
Kini Bulan tak pernah merasa sepi dan tak merasa sendiri, ia selalu bercahaya, karena lewat cahayalah ia berbicara. Bintang pun tak merasa sepi, ia selalu mengerlipkan cahayanya, petanda ia sedang bercengkrama dengan Bintang-Bintang yang lain.
Langit merasa senang sekali. Karena dunianya sudah tidak menjadi gelap gulita lagi, dan berganti dengan kemeriahan malam yang cerah. Dengan hiasan kerlap-kerlip bintang-bintangnya.
Seperti inilah, hidup memang tidak bisa sendiri. Pasti membutuhkan teman yang mengisi hari-hari agar tak jemu. Dari sapaan kecillah, maka akan menghasilkan koneksi kehidupan yang indah. Karena hidup seorang diri itu tidaklah mudah. Mulailah dengan menyapa. Mulailah dengan bertanya kabar. Mulailah dengan senyuman.
Nyamuk di Bulan dan Bintang-bintang
~ Gines ~
Nurul Puji Astuti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar